Bab 10: Kembang Padepokan di Tepi Hutan
Baca Cerita hasil pengembangan (versi Bahasa Inggris) :
https://www.webnovel.com/book/33268314300594805/89369154838129914
10.1 : Di Balik Kemegahan Istana
Sinar matahari pagi baru saja berhasil mengusir sisa-sisa kabut dari puncak Gunung Kawi ketika derap langkah kuda dan gemerincing senjata memecah keheningan di halaman depan istana Tumapel. Sebuah arak-arakan perburuan yang tidak terlalu besar namun sarat dengan aura kekuasaan tengah bersiap untuk berangkat. Di barisan terdepan, Kebo Ijo duduk dengan gagah di atas punggung Guntur Geni. Kuda hitam perkasa itu, yang di tangan orang lain akan mengamuk laksana badai, kini tampak tenang dan agung, seolah tahu bahwa ia sedang membawa seorang panglima besar. Di belakangnya, beberapa perwira kepercayaan Kebo Ijo, termasuk Wirang dan Panji Laras, mengikuti dengan kuda-kuda mereka yang tegar, zirah mereka berkilauan tertimpa cahaya mentari.
📡🇮🇩📡🎼🎼🎼
Ikuti kami di:
https://trakteer.id/Ahmada45/post/genta-parahyangan-pool-of-blood-on-tumapel-ground-yIpfm
📡📡🎼🇮🇩🇮🇩🇮🇩🎼📡📡
Dan di barisan paling belakang, terpisah dari kemegahan itu, berjalan kaki seorang diri adalah Gajah. Nama baru Arok itu kini telah melekat erat pada dirinya, menjadi sebuah topeng yang nyaman sekaligus menyesakkan. Dengan kepala yang selalu tertunduk dan ekspresi patuh yang dibuat-buat, ia menuntun seekor kuda beban yang punggungnya dipenuhi dengan gulungan tenda, wadah-wadah air, dan perbekalan lainnya. Posisinya yang hina ini, ironisnya, adalah posisi yang paling strategis. Ia adalah bayangan yang menyertai cahaya, ada namun tak dianggap, mendengar namun tak didengar........
10.2: Suara dari Surga yang Tersembunyi
Arok berjalan menembus keheningan senja. Setiap langkahnya adalah sebuah bisikan di atas hamparan daun-daun kering. Ia telah meninggalkan hiruk pikuk perkemahan jauh di belakang, membiarkan dirinya ditelan oleh ketenangan alam yang terasa begitu akrab sekaligus telah lama hilang. Di sini, di bawah naungan pohon-pohon raksasa yang menjulang laksana pilar-pilar kahyangan, ia bisa melepaskan topeng Gajah yang berat itu. Ia bisa kembali menjadi Arok, seorang putra gunung yang memahami bahasa angin dan gemerisik daun.
Nalurinya yang tajam terus menuntunnya, menariknya ke sebuah arah yang terasa ganjil. Semakin jauh ia berjalan, semakin kuat ia merasakan sebuah aura kedamaian yang tak terjelaskan. Suara-suara serangga hutan yang biasanya riuh, di sini terdengar lebih lembut, seolah ikut terbuai oleh ketenteraman yang menyelimuti tempat ini. Bahkan udara yang ia hirup terasa lebih bersih, lebih murni, seolah telah disucikan oleh sebuah kekuatan tak kasat mata.
Setelah berjalan hampir satu jam, melewati sebuah punggungan bukit kecil yang ditumbuhi ilalang setinggi dada, ia akhirnya tiba di sebuah tempat yang membuatnya berhenti melangkah. Jantungnya yang biasanya berdebar dalam irama seorang pejuang, kini seolah berhenti berdetak sesaat, terpesona oleh pemandangan di hadapannya.
Di sebuah lembah kecil yang tersembunyi, terlindung oleh rimbunnya pepohonan dan dinding-dinding batu alam, berdiri sebuah padepokan. Namun, ini bukanlah padepokan seperti yang pernah ia bayangkan. Tidak ada gerbang yang megah atau dinding benteng yang kokoh. Bangunannya sederhana, terbuat dari bambu kuning yang dirangkai dengan apik dan kayu jati tua yang tampak telah berumur ratusan tahun. Atapnya yang terbuat dari ijuk hitam menyatu dengan sempurna dengan bayang-bayang pepohonan.
Halamannya yang luas dan bersih ditata dengan keindahan yang bersahaja. Rumput hijau terhampar laksana permadani, dan di beberapa sudut, tumbuh rumpun-rumpun bunga aneka warna: melati yang menebarkan keharuman manis, kembang sepatu yang merah merekah, dan bunga-bunga liar lain yang Arok bahkan tak tahu namanya. Sebuah aliran air kecil yang jernih mengalir membelah halaman, menciptakan suara gemericik yang menenangkan, sebelum akhirnya bermuara di sebuah kolam teratai yang airnya bening laksana cermin.
Suasana di tempat itu begitu tenteram, begitu suci. Seolah tempat ini adalah sebuah fragmen surga yang jatuh ke bumi, dilindungi oleh mantra-mantra para dewa dari segala kebusukan dan kekerasan dunia luar. Rasa penasaran yang tak tertahankan mengalahkan kewaspadaan Arok. Siapakah gerangan manusia berhati suci yang mampu menciptakan sebuah surga tersembunyi di dekat neraka Tumapel?
Dengan langkah yang lebih ringan dari hembusan angin, ia mendekat. Ia tidak melihat ada penjaga, tidak ada cantrik yang berlatih ilmu kanuragan. Semuanya tampak terbuka, seolah menyambut siapapun yang datang dengan niat baik. Ia bersembunyi di balik sebatang pohon nagasari yang besar dan rindang, memberinya pemandangan yang sempurna ke arah pendapa utama padepokan itu.
Dan pada saat itulah, ia mendengarnya.
Sebuah suara.
Suara itu datang dari arah pendapa, mengalun lembut membelah keheningan senja. Itu adalah suara seorang wanita yang tengah menyenandungkan sebuah tembang. Bukan kidung pemujaan yang agung, bukan pula lagu dolanan yang riang. Itu adalah sebuah tembang macapat, sebuah wiracarita kuno yang dilantunkan dengan nada yang penuh dengan wuyung—kerinduan yang mendalam dan kesedihan yang tak terhingga.
🎼🎼🎼🎼
Syair Tembang
"Bayangan di Tepian Senja"
(Bait 1)
Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karenan mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih kretarta pakartining
ngelmu luhung,
Kang tumrap neng tanah Jawi,
Agama ageming aji.
*(Sebuah bait klasik dari Serat Wedhatama sebagai pembuka, menunjukkan pengetahuannya yang dalam akan sastra luhur, sebelum ia beralih ke gubahannya sendiri yang lebih personal.)
(Bait 2 - Gubahan Pribadi Ken Dedes)
Awan senja membingkai kalbu,
Mengapa jiwa terasa sembilu,
Menatap benang takdir yang kelabu,
Terjalin resah di esok dan lalu,
Sebuah bayangan di ujung waktu,
Datangkah ia sebagai sang guru,
Ataukah badai pembawa pilu?
(Bait 3)
Bunga di taman mekar mewangi,
Kupu menari di pucuk sunyi,
Namun di hati terasa sepi,
Laksana bulan yang sendiri,
Menunggu fajar tak kunjung pasti,
Dalam kungkungan takdir ilahi,
Kapankah jiwa ‘kan bebas pergi?
(Bait 4)
Kutatap air di kolam hening,
Wajahku pucat di sana bening,
Namun di baliknya terasa asing,
Sebuah takdir besar mengiring,
Membawa takhta dan pedang runcing,
Darah dan air mata mengeliling,
Oh, Dewa… adakah jalan berpaling?
(Bait 5)
Senandung ini bukanlah nyanyian,
Hanyalah bisik sebuah penantian,
Pada ksatria entah di mana ‘da gerangan,
Yang ‘kan datang membawa pembebasan,
Ataukah justru membawa kehancuran,
Dalam pusaran api dan pengorbanan,
Hanya sunyi yang beri jawaban.
🎼🎼🎼⭐⭐🎼🎼🎼
Arok terpaku di tempatnya. Ia, yang dibesarkan di alam liar dan terbiasa dengan suara auman harimau atau pekik elang, belum pernah mendengar sesuatu seindah ini. Suara itu begitu jernih, begitu merdu, seolah bukan berasal dari pita suara manusia, melainkan dari gesekan dawai-dawai harpa surgawi. Setiap nada yang keluar terasa seperti tetesan embun pagi yang jatuh ke dalam jiwanya yang kering kerontang, membersihkan setiap debu kebencian dan kelelahan yang menempel di sana. Ia merasa seolah seluruh beban yang ia pikul selama ini terangkat sejenak, terbawa terbang bersama alunan tembang yang menyayat hati itu.
Suara itu seolah memiliki kekuatan sihir, menariknya untuk melihat siapa pemiliknya. Dengan jantung yang berdebar oleh perasaan yang tak ia kenal, ia menggeser posisinya sedikit, mengintip dari sela-sela dedaunan.
Dan di sanalah ia melihatnya.
Di pendapa kayu yang sederhana itu, duduk bersimpuh di depan sebuah alat tenun tradisional, seorang gadis muda. Penglihatan itu menghantam Arok dengan kekuatan yang lebih dahsyat daripada pukulan terkuat yang pernah ia terima. Waktu seolah berhenti. Seluruh alam raya di sekelilingnya lenyap. Yang ada hanyalah sosok gadis itu.
Rambutnya yang hitam legam, sehitam malam tanpa bintang, terurai lepas di punggungnya yang jenjang, berkilauan tertimpa sisa-sisa cahaya senja. Beberapa helai rambutnya yang nakal jatuh membingkai wajahnya yang oval, sebuah wajah yang seolah dipahat oleh tangan dewa asmara sendiri dari pualam yang paling murni. Alisnya yang hitam melengkung indah laksana bulan sabit. Matanya, meskipun tengah menunduk fokus pada benang-benang tenun, tampak begitu besar dan teduh, menyimpan sebuah kedalaman yang tak terduga. Kulitnya yang kuning langsat tampak begitu halus dan bersih, memancarkan cahaya lembut dari dalam dirinya.
Ia tengah menenun. Jari-jemarinya yang lentik dan mungil bergerak dengan kecepatan dan keanggunan yang luar biasa, memasukkan dan menarik benang-benang berwarna-warni, menciptakan sebuah pola yang rumit dan indah. Setiap gerakannya adalah sebuah tarian, sebuah harmoni antara kelembutan dan ketekunan. Dan dari bibirnya yang mungil berwarna merah delima, terus mengalun tembang duka yang tadi telah menyihir jiwa Arok.
Namun, bukan hanya kecantikan fisiknya yang membuat Arok terpesona hingga lupa bernapas. Itu adalah aura yang menyelimuti dirinya. Sebuah aura yang sangat kompleks. Ada kesucian seorang pertapa, ada kecerdasan seorang sarjana, dan yang paling kuat, ada aura kedukaan yang begitu mendalam, begitu pekat, seolah ia memikul seluruh penderitaan dunia di pundaknya yang rapuh. Ia adalah perpaduan yang mustahil antara keindahan yang paling agung dan kesedihan yang paling sunyi.
Pada saat Arok masih terpaku dalam keterpesonaannya, sebuah keajaiban kecil terjadi. Seekor kupu-kupu raksasa, dengan sayap berwarna biru safir yang berkilauan seperti permata, terbang berputar-putar di atas kepala sang gadis, seolah ikut menari mengikuti alunan tembangnya. Anehnya, gadis itu seolah tidak terkejut. Ia menghentikan pekerjaannya sejenak, mengangkat wajahnya, dan mengulurkan jari telunjuknya yang lentik ke udara.
.. ...
Pertemuan tak sengaja ini telah mengguncang Arok hingga ke dasar jiwanya. Ia telah melihat sebuah keindahan yang membuatnya mempertanyakan kembali tujuan hidupnya. Ia telah merasakan sebuah ketenangan yang membuatnya merindukan sebuah kehidupan yang berbeda. Dan ia telah ditatap oleh seorang Mpu sakti yang seolah mengetahui semua rahasianya.
... .. Baca lanjutan nya di sini,bisa beli perbab via email atau trakteer,sis🙏🤭🇮🇩
https://trakteer.id/Ahmada45/post/genta-parahyangan-pool-of-blood-on-tumapel-ground-yIpfm
Ikuti saluran Novel Indi di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VbAvdiP3AzNMxc8YwL0d
BalasHapushttps://trakteer.id/Ahmada45/shop/1-novel-eternal-flame-military-academy-the-gathering-storm-chapter-1-gKTAo
BalasHapus